PUNDEN BERUNDAK MAS SIGIT KRETEK ROWOKELE
Pertama saya melihat sekitar tahun 1989, waktu itu saya masih SMP. saya dan beberapa teman berencana untuk mencari ikan di sungai, kami bermaksud menuju wilayah kedung duren yang waktu itu menurut info yang saya dapat banyak ikan ceba (tawes sungai), kami berempat berjalan kaki dari rumah kami (Dukuh sawangan) melewati pekarangan yang banyak ditumbuhi pohon kayu keras, seperti angsana/Sonokeling, dll. saya menengok ke kiri, terlihat beberapa batu seperti kaya patok makam yang di tata, kemudian di sebelah baratnya saya melihat gundukan bebatuan sungai yang terlihat sudah lapuk, mungkin termakan usia. Kemudian saya berhenti, sambil memperhatikan tumpukan bebatuan tersebut yang tersusun rapi, berbentuk persegi, kalau saya perkirakan ukurannya sekitar 9 m persegi, itu tatanan batuan yang paling atas, karena masih ada susunan trap di bawahnya yang lebih lebar , ya sekitar 9,5 m persegi, dan masih ada lagi di bawahnya, saya berpikir...apakah ini bekas rumah orang dulu. Tetapi di bagian tengah ada beberapa batu yang berbentuk piph dan lebar, dan disalah satunya yang bagian barat teronggok bekas pembakaran kemenyan, sedikit merinding bulu kuduk saya... ingin saya melanjutkan perjalanan untuk mencari ikan, karena bulu kuduku tetap merinding, apa lagi secara tiba-tiba ada angin yang cukup besar, dahan-dahan pohonan bergoyang, mungkin ini biasa terjadi. Tapi bulu kuduku masih merinding, maka pikiran saya jadi yang engga-engga, akhirnya saya ajak teman-teman untuk melanjutkan mencari ikan. salah satu teman ada yang berkata, " ih siang-siang kaya gini ko serem yah?". Tak banyak bicara saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan untuk mencari ikan.
Pada bulan Rajab sekitar tahun 2006 M, saya kembali melihat langsung dan duduk agak lama di tempat yang dulu saya ketakutan di siang bolong, waktu itu saya di undang untuk ikut membaca tahlil dan tasyakuran warga. kalau saya perhatikan dari susunan bebatuan dan yang lainnya, masih utuh dan belum berubah selama 17 tahun saya tidak menengoknya. waktu itu yang menjadi Kepala Dusun adalah pak sahad, menurut keterangan beliau, tempat tersebut dinamakan Panembahan/tabat Mas Sigit, dari keterangan beliau bahwa tabat tersebut pernah menjadi persinggahan dari para pengikut laskar Pangeran Diponegoro (1828-1829 M) dan dari beberapa pengikutnya ada yang cakap mengaji, bahkan sampai pernah mengajari masyarakat sekitar, itu konon cerita yang disampaikan beliau. sehingga menurut beliau tempat tersebut diberi nama MAS SIGIT, yang menurut beliau artinya orang yang cakap/pintar ngaji.
Komentar
Posting Komentar